BAB III DI UJUNG PARWASAL

 


Rembulan masih menampakkan keanggunan wajahnya. Sayup-sayup terdengar lantunan ayat-ayat suci Al Quran menerpa dedaunan hingga menembus ke dalam bilikku. Aku tersentak, menahan rasa kantuk yang tak terbendung. Hanya sedikit keimanan yang terpatri, membuat tubuh yang tak berdaya pun terjaga. Kurengkuh asa demi berbakti kepada Sang Ilahi. Azan berkumandang mengiringi langkah-langkah persiapanku pergi ke rumah Allah untuk menunaikan kewajiban sebagai bentuk penghambaan kepada Sang Pencipta. Aku berdoa kepada Allah untuk selalu diberikan kemudahan, kesehatan, keberkahan, dan kesuksesan dalam menghadapi masa depan. Apalagi akan masuk ke sistem yang baru. Lingkungan dan patner yang beda. Tentunya perlu adaptasi dan keteguhan hati.

Remang-remang sang surya mengantarkanku dengan ditemani kendaraan setiaku ke tempat tugas yang baru. Aku mengenakan setelan pakaian dinas yang sudah dipersiapkan. Dengan langkah yang bersemangat, aku melaju melewati dan menyusuri jalan yang cukup jauh dari tempat tinggal. Sungai Raya Dalam menuju Siantan Tengah, tepatnya di Jalan Parwasal Gang Parwasal 1 kurang lebih 12 km dengan jarak tempuh sekira 45 menit kalau tidak macet.

Selang waktu berjalan, akhirnya sampai juga ke tempat tugas yang baru. Biasa, kalau orang baru tentunya wajib memperkenalkan diri. Penampilan dan sikap juga masih malu-malu. Masa orientasi di SD Negeri 14 Pontianak Utara berlangsung tak berapa lama, apalagi ada seorang guru perempuan merupakan teman kuliah D-2. Semakin menambah rasa percaya diri untuk beradaptasi dengan cepat, melakukan aktivitas, dan  mengajar dengan baik. Tapi, dengan suasana yang berbeda jauh rasanya membuat praduga yang macam-macam. Sungguh berbeda jauh dari fasilitas, lingkungan, murid-murid, orang tua, pola pikir, dan lainnya. Ini akan menjadi tantangan yang sangat berat untuk bisa berprestasi. 

Rong-rongan dan bisikan hati yang selalui menghantui derap langkah, kutepis dengan satu tekad, aku harus bangkit, di sinilah sebenarnya tempat perjuangan. Di sinilah ujian yang sebenarnya. Bagaimana membuat suatu sistem yang kurang menjadi suatu kemajuan. Hal ini tentunya perlu kemauan, motivasi, kerja keras, dukungan kepala sekolah, seluruh guru, staf, dan orang tua murid. Kutatap hari-hari penuh liku, kerikil tajam, onak, dan duri menghadang di hadapan. Aku berhasrat menyingkirkan itu semua dengan kesungguhan dan ketegaran kalbu. Hanya satu tempatku mengadu, hanya satu tempatku memohon pertolongan. Wahai Allah, jadikan perjalanan hidupku ini menjadi berkah, mudahkan segala urusanku, isi kalbuku ini dengan keimanan dan ketakwaan yang teguh, kuatkan fisik ini untuk menerpa ganjalan dan rintangan yang berdiri kokoh, aamiin.

Tugas pertama dalam pengabdian, kali ini diminta kepala sekolah untuk mengajar di kelas dua. Aku menggantikan guru honor yang berasal dari Kabupaten Sambas. Betapa sedihnya hati ini, harus menyingkirkan seseorang yang sudah mengabdi. Apa boleh buat karena itu memang sudah titah. Perkenalan dengan murid-muridku yang baru terjadi dengan penuh khidmat. Aku mulai pembelajaran dengan perlahan. Meniti permasalahan satu per satu. Memadukan pengalamanku di sekolah yang lalu. Memilah sesuatu yang sesuai dengan keadaan dan karakteristik anak. Tak semuanya dapat terpadu, teknik dan taktit baru mulai kutebarkan.

Biasanya mengajar di kelas tinggi, tentunya berbeda dengan kelas rendah. Kesabaran dan kepedulian terhadap permasalahan murid sangat dituntut. Mereka merupakan generasi penerus bangsa yang harus dijaga watak, sikap, iman, dan takwanya supaya tak tergerus oleh kemajuan zaman. Kuajarkan mereka tentang kebersihan. Kebersihan sangatlah penting karena kebersihan pangkal kesehatan. Di dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang kuat. Kebersihan juga sebagian dari iman. Dengan kebersihan akan membentuk keimanan yang hakiki.

Fajar menyingsing di ufuk timur. Aku mulai berbenah untuk mempersiapkan fasilitas yang akan digunakan dalam mengajar. Laptop kesayangan tak luput dari jangkauan tanganku. Terus aku termenung penuh pikiran untuk mengingat kelengkapan yang mungkin belum dikemas dalam tas. Setelah beberapa menit, aku mengegas motor menuju sekolah tempat mengabdi. Sekira 45 menit (pukul 06.45) aku tiba di sekolah. Aku pun langsung menuju ke kelas untuk membuktikan apakah nasihat dan imbauan kepada murid-murid sudah dilaksanakan.

Perjuangan seorang guru dalam menididik muri-murid di sekolah memang perlu kesabaran. Dari sekian banyak murid, hanya ada beberapa anak yang sudah sadar akan tugasnya. Mereka melakukan tugas piket dengan baik. Walaupun tidak banyak, tugas itu mereka kerjakan dengan senang hati. Melihat itu semua, aku bangga kepada murid tersebut. Artinya, kebiasaan yang tadinya kurang dilaksankan sudah ada perubahan.

Sekian bulan berlalu, sudah banyak perubahan yang terjadi. Pembelajaran pun dilakukan dengan baik. Kekurangan dan kealpaan tentunya masih ada. Hal ini sangat wajar. Kugapai semua tugas dengan tertatih-tatih. Fasilitas yang serba kekurangan bukan menjadi penghalang bagiku untuk berkarya. Kuterapkan beberapa strategi untuk meningkatkan minat dan motivasi anak-anak untuk belajar. Aku paling tidak senang dengan angka di bawah 70. Apabila ada murid yang meraih nilai di bawah 70, secepatnya dilakukan perbaikan sampai tuntas.

Kemajuan memang sudah kuraih, namun kegagalan juga selalu mendampingi. Aku teringat dengan seorang murid yang belum lancar membaca. Aku merasa gagal membimbingnya. Perasaan bersalah pun selalu menghantuiku karena murid tersebut tidak naik kelas. Karena hal itu, sampai sekarang aku tidak mau mengalami hal kedua kalinya.

Memasuki tahun pelajaran baru, kepala sekolah memberikan tugas yang baru. Aku mengajar di kelas V. Apa yang sudah kuterapkan sewaktu mengajar di kelas II, aku lanjutkan dengan menyesuaikan perkembangan usia anak. Perlakuan kepada anak kelas V tentunya berbeda dengan kelas II. Murid kelas V lebih mandiri dan kreatif. Tugas guru sebagai motivator dan fasilitator, tampaknya lebih berfungsi. Murid-murid di kelas V memiliki jiwa inisiator yang beragam. Keberagaman tersebut menjadi modal dasar bagiku untuk menggali potensi mereka.

Strategi, metode, teknik dan taktik menjadi penentu keberhasilan dalam pembelajaran. Strategi pemberian tugas dengan mengembangkan imajinasi anak tampaknya sangat efektif. Kuberikan tugas untuk menuliskan pengalaman apa saja dengan menggunakan bahasa sendiri. Tugas tersebut tampaknya masih sulit bagi anak-anak. Yah, mungkin mereka belum terbiasa menggunakan imajinasi dengan berbekal pengalaman hidup. Tak masalah bagiku. Aku akan sabar mendampingi mereka sehingga berhasil. Dari sekian murid, aku tertuju kepada seorang murid yang pendiam. Aku telusuri dan amati mengapa dia berperilaku demikian. Ternyata, dia diam bukannya tak melakukan apa-apa. Dia diam ternyata berpikir dan bekerja keras untuk mengerti semua yang diterimanya.

Timbul pikiran dalam benakku, “Nah, ini dia yang dicari!”

Usahaku untuk mencari dan menggali potensi rupanya berangsur-angsur berhasil. Kegiatan yang kulakukan rupanya tak sia-sia, ibarat kata “Gayung bersambut”. Tak berapa lama lagi akan dilaksanakan Olimpiade Seni Siswa (OSS) tingkat kecamatan. Cabang yang diperlombakan, di antaranya menulis puisi dan menulis laporan pengamatan. Aku lebih fokus membina di bidang menulis laporan pengamatan. Sesuai dengan potensi dan bakat yang dimiliki oleh anak yang telah direngkuh, aku berkeyakinan akan berhasil.

Perjuanganku di ujung Parwasal pun dimulai. Anak laki-laki yang pendiam tadi, kuingat-ingat namanya. Setelah berpikir keras, baru terlintas dalam ingatanku. Kalau tidak salah namanya Wahyudi. Selain Wahyudi, ada seorang anak perempuan yang juga menjadi andalanku. Aku juga mengingat dengan keras namanya. Siapa, ya …? Oh, … Indri.

Tulisan kedua muridku itu jika dilihat dari bentuk dan keindahannya, lebih baik dari teman-temannya. Mengapa dilihat dari faktor tersebut? Keindahan, kerapian, dan bentuk tulisan akan menjadi nilai tambah ketika sang juri menentukan sang juara. Hal itu akan terjadi apabila ada nilai yang sama atau mendekati. Selang waktu berjalan untuk mempersiapkan Wahyudi dan Indri mengikuti perlombaan, aku meminta mereka untuk membuat laporan hasil pengamatan di lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah merupakan sahabat yang paling dekat, pasti mereka mudah mengingat dan menuangkan pemikiran.

Latihan dan bimbingan telah usai. Mereka siap untuk berlaga di kecamatan. Pada waktu yang telah ditentukan, kegiatan OSS (olimpiade seni siswa) digulirkan. Pembukaan acara sangat meriah. Kegiatan lomba dilakukan di berbagai tempat. Khusus lomba menulis laporan, ditempatkan di SD Negeri 14 Pontianak Utara. Mengapa dilakukan di SD Negeri 14? Ini juga menjadi awal partisipasiku ditunjukk oleh ketua panitia sebagai koordinator lomba menulis laporan pengamatan. Aku dipilih bukan karena hebat, tetapi status pernah mengajar di SD Al Azhar (sekolah favorit). Sekolah ini sangat diperhitungkan oleh sekolah yang lain. Tapi, tak menjadikan diriku tinggi hati, malah menjadi motivasi.

Persiapan dan fasilitas yang akan digunakan telah dipenuhi. Para duta sekolah hadir untuk mencari keberuntungan. Selama 120 menit waktu yang disediakan untuk mengarang pun selesai. Hasil kerja dari peserta langsung dinilai oleh juri. Tak mau menunggu lama, setelah juri rampung merekap nilai, pengumuman pemenang langsung ditempel pada papan pengumuman. Perjuangan perdana berhasil. Wahyudi dan Indri, keduanya meraih predikat nomor satu sehingga berhak untuk mewakili Kecamatan Pontianak Timur pada kegiatan OSS tingkat Kota Pontianak.

Kepercayaan panitia kecamatan semakin meningkat. Mereka menunjuk aku untuk menjadi pelatih dan membimbing para pemenang. Hal ini menjadi tugas yang berat. Aku tidak hanya membimbing murid sendiri, tapi para pemenang dari sekolah lain. Satu di antaranya murid SD Kristen Kanisius. Aku tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini.

Pemikiran, waktu, tenaga, dan doa aku lakukan untuk mengantarkan mereka menuju kesuksesan. Aku masih berpikir untuk menambah wawasan mereka. Ibarat kata, pengalaman akan lebih baik daripada menghapal. Untuk itu, biar imajinasi dan pengalaman berpadu, aku mengajukan permohonan kepada tim, khususnya kepala sekolah untuk membawa anak-anak melakukan pengamatan. Lokasi dan tempat yang akan digunakan adalah Perpustakaan Daerah di Jalan Letjen Sutoyo.

Pada hari yang telah ditentukan, kami berangkat menuju Perpustakaan Daerah. Kami mengendarai sepeda motor. Setelah sampai tempat yang dituju, anak-anak langsung diarahkan ke tempat-tempat penting. Mereka diberikan kebebasan untuk mengamati apa saja yang ada di perpustakaan. Selain mengamati, mereka juga melakukan wawancara dengan petugas perpustakaan. Hal itu dilakukan untuk mengumpulkan data yang riil. Setelah dirasa cukup menghimpun data, kami pulang ke rumah. Aku bertanggung jawab untuk mengantar mereka sampai ke rumah masing-masing.

Latihan dan bimbingan terus berlanjut. Data yang sudah dikumpulkan dirangkum menjadi hasil pengamatan. Tugas untuk melihat dan mengedit laporan yang sudah dibuat anak-anak terus aku lakonkan. Kesabaran dan keuletan untuk membina diuji. Bagaimana tidak? Mengedit satu demi satu kata adalah pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan kecermatan mendalam. Kadang muncul juga emosional dan keraguan. Tapi, aku terus berjuang demi meraih prestasi.

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pontianak, dahulu Dinas Pendidikan Kota Pontianak mengumumkan pelaksanaan Olimpiade Seni Siswa (sekarang FLS2N). Apakah kepanjangan FLS2N itu? FL2N adalah Festival Lomba Seni Siswa Nasional). Aku langsung bersiap mengemas persyaratan dan perlengkapan untuk perlombaan. Peserta dari kecamatan yang sudah dibimbing, diberikan penguatan dan kesiapan mental. Hal-hal yang masih belum sempurna, dimatangkan dalam beberapa waktu pertemuan. Maju … maju … yakin … yakin … juara. Itu slogan yang kukibarkan supaya menjadi pemicu keberhasilan.

Waktu yang ditunggu akhirnya tiba. Kukendarai motor dengan perasaan berdebar. Aku jalan perlahan menyisiri jalan menuju tempat beradu. Dalam keramaian jalan, aku bermimpi untuk kesuksesan muri-murid binaan. Apakah bisa? Sekolah yang dihadapi tentunya sekolah pilihan karena sudah terseleksi dari enam kecamatan. Tak ada yang mustahil kalau memang sudah kehendak Ilahi, pikirku. Pokoknya, berusaha dan kerja keras. Tapi, aku juga sedih karena anak didik yang satunya tak bisa berlomba karena lagi sakit. Apa hendak dikata, berjuang terus dengan peserta didik lainnya.

Peserta lomba memasuki ruangan. Di sana, mereka sudah berjuang sendiri-sendiri. Tak ada pembimbing dan pendamping, terkecuali beberapa juri  yang mengawasi. Aku dan beberapa pendamping dari sekolah lain merasa dak dik duk. Jantung berdetak kencang, aliran darah mengalir cepat, pikiran tidak tenang, dan bercampur kecemasan. Bagaimana kabarnya anak asuhku? Apakah mereka bisa mengerjakan dengan baik? Ya … Allah, semoga mereka diberikan pemikiran cemerlang! Apalagi ajang lomba ini dilakukan dua tahap. Tahap pertama menulis sesuai latihan di tempat masing-masing. Sedangkan tahap kedua, peserta diminta melakukan wawancara kepada siapa pun yang ada di lokasi lomba. Kemudian, hasil wawancara dilaporkan dalam bentuk tulisan.

Lomba tahap pertama usai. Panitia mengumumkan hasil lomba dengan lima besar yang akan lanjut ke tahap selanjutnya. Secepat kilat, kumelaju ke tempat ditempelkannya pamplet pengumuman. Mataku langsung tertuju pada nama-nama yang taka sing bagiku. Kutatap satu per satu, apakah ada nama-nama anak didikku. Dua kertas yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Alhamdulillah, pada kedua kertas tersebut tertulis nama Wahyudi dan Saskia dari Kanisius. Wahyudi meraih nilai teratas sedangkan Saskia di posisi kedua.

Melangkah ke tahap selanjutnya perlu pematangan mental. Kurun waktu 30 menit untuk beristirahat, Wahyudi dan Saskia diberikan sedikit motivasi dan ucapan selamat. Mereka bertekad meraih prestasi gemilang. Senangnya punya murid yang mempunyai potensi, kemauan, dan semangat juang tinggi. Kalau peserta didik sudah memiliki itu semua, guru hanya sebagai motivator, fasilitator, dan evaluator saja.

***

Bagaimana? Apakah Anda juga berkeinginan memiliki peserta didik seperti itu? Tentunya semua guru dan orang tua bangga mempunyai peserta didik yang mandiri dan kreatif. Hal tersebut tidak gampang. Perlu pengorbanan, kerja keras, semangat, dukungan pimpinan, fasilitas yang memadai, dan doa.

 

Keberhasilan dan prestasi

Apakah bisa tercapai?

Welas asih penatanya

Kesabaran obatnya

Pengorbanan lakonnya

Kerja keras geraknya

Semangat membara pemicunya

Pimpinan pendukungnya

Fasilitas pembantunya

Apakah hanya itu?

Tentu tidak!

Allah lah yang menjadi penentunya

 

Perjalanan waktu sangat cepat. Pada tahap kedua ini, kelima peserta yang masuk lima besar melakukan wawancara. Mereka mewawancarai para pengunjung, panitia atau pendamping yang berada di lokasi perlombaan. Waktu yang disediakan sekira 30 menit. Setelah selesai melakukan wawancara, mereka masuk ke ruangan untuk menulis laporan hasil wawancara. Alokasi waktunya 90 menit. Kembali, jantung berdetak kencang, tapi tak sekencang tahap pertama. Apalagi anak asuhku di posisi pertama, sudah ada harapan.

Akhirnya, perlombaan tahap kedua selesai. Tinggal menunggu hasilnya. Pertanyaan pun muncul kepada Wahyudi dan Saskia.

“Wahyudi, bagaimana menurutmu hasil tahap kedua ini?” tanyaku.

Dengan semangat Wahyudi menjawab, “Insya Allah, Pak!”

“Kalau kamu bagaimana, Saskia?” lanjutku bertanya.

“Kalau aku, sih … bisa mengerjakan dengan baik,” ujar Saskia dengan penuh keyakinan.

Mendengar jawaban dan ungkapan dari Wahyudi dan Saskia, aku merasa yakin. Tinggal menunggu dewan juri memberikan penilaian terhadap karya mereka. Akhirnya, pengumuman pemenang langsung diumumkan di hadapan para peserta dan pendamping dari masing-masing kecamatan. Ketua dewan juri ‘Bapak Raden Umar dari Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Barat’ membacakan surat keputusan. Ternyata, nama Wahyudi dan Saskia terucap dari lisan Bapak Raden Umar. Alhamdulillah, kami menyambut dengan rasa syukur ke hadirat Allah Swt. Wahyudi peringkat pertama untuk kategori putra dan Saskia peringkat ketiga untuk kategori putri.

Kerja keras akhirnya membuahkan hasil yang gemilang. Dari ujung Parwasal bisa menorehkan prestasi yang membanggakan. Keyakinan dan kemauan harus dimiliki jika ingin berhasil walaupun fasilitas dan potensi minim. Kita harus bisa menggali pundi-pundi emas yang ada di setiap tempat. Usaha dan doa merupakan tonggak utama keberhasilan. Tidak ada kata tidak bisa asal mau berusaha dengan sungguh-sungguh.

Prestasi untuk siswa sudah diraih. Bagaimana dengan gurunya? Pucuk dicinta ulam pun tiba. Perlombaan dan kompetisi untuk guru pun dilakukan oleh Dinas Pendidikan, di antaranya lomba mata pelajaran bahasa Indonesia, matematika, IPS, IPA, PKn, dan Penjaskes. Aku pun menetapkan hati untuk mengikuti lomba guru bahasa Indonesia tingkat Kota Pontianak tahun 2011. Ini perhelatan yang kedua setelah tahun 2008 meraih peringkat pertama. Sungguh perjuangan yang mendebarkan karena harus mempertahankan prestasi. Aku pun mulai belajar dengan sungguh-sungguh. Semua yang berhubungan dengan pendalaman materi bahasa Indonesia aku pelajari. Mulai dari buku siswa, buku kuliah, materi di internet, dan lain-lain.

Azan subuh berkumandang, angin pagi menusuk tulang, daun-daun berselimut embun mengiringi langkahku menuju ke rumah Allah. Kupanjatkan doa-doa untuk memohon petunjuk dan kemudahan dari Sang pemilik ilmu.

“Ya Allah Tuhan Yang Maha Pemberi Petunjuk, berikanlah petunjuk dan kemudahan kepada hamba sehingga dapat mengikuti lomba guru bahasa Indonesia dengan penuh keyakinan dan pikiran yang jernih!” pintaku kepada Allah.

Langkah penuh keyakinan menuju tempat perhelatan guru-guru se-Kota Pontianak di SD Negeri 34 Pontianak Selatan di Jalan Prof. Dr. H. M. Yamin. Sekira 15 menit dari rumah, aku pun tiba di lokasi sekolah yang cukup megah itu. Kucari ruangan khusus guru bahasa Indonesia. Ruang tersebut terletak di sebelah kanan pintu masuk di lantai dasar sekolah. Sambil menunggu waktu lomba dimulai, aku berkenalan dengan para peserta lain yang berasal dari SD se-Kota Pontianak. Alhamdulillah bisa bersilaturahmi dan mendapat sahabat yang baru. Hal ini merupakan even yang tak pernah kulupakan.

Jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 07.45 menit. Langkah sepatu para pengawas ruangan terdengar “prak prak prak”. Pengawas ruangan tersebut mengucapkan salam sembari memperkenalkan diri. Satu di antara pengawas tersebut berinisial U. Siapakah dia? Ternyata pengawas itu bernama Bapak Uray Zulhaidy, S.Pd. yang dalam perjalananku berkiprah di dunia pendidikan, beliau yang nantinya menjadi pengawas pembinaku. Tak dapat aku bayangkan pertemuan tersebut merupakan pertemuan pertama yang nantinya akan bertemu kembali dalam urusan kedinasan. Setelah itu, soal pun dibagikan oleh Pak Uray. Waktu yang disiapkan oleh panitia adalah 120 menit. Kubuka soal tersebut dengan mengucapkan bismillaahirrahmaanirrahiim. Kubaca dengan cermat dan hati-hati agar tidak terjadi kesalahan pemahaman. Kujawab dari soal yang mudah dengan memberi tanda titik dahulu sehingga tak terjadi kesalahan dan banyak menghapus. Setelah semua soal dijawab, kuperiksa kembali untuk meyakinkan. Ketika aku sedang memeriksa ulang, tiba-tiba dari bangku belakang muncul sosok yang sangat kukenal “Pak Tri Wahono dari SD Muhammadiyah II Pontianak” mengumpulkan jawabannya. Melihat itu, aku merasa terganggu untuk cepat juga mengumpulkan jawaban. Tak banyak pikir panjang lagi, setelah Pak Tri meletakkan lembar jawaban, aku pun menyusul di belakangnya. Waktu yang kami gunakan untuk menyelesaikan lomba tersebut sekira 45 menit dari 120 menit yang disediakan. Mudah-mudahan jawabanku tak meleset pikirku saat itu.

Detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari, hari berganti minggu menantikan waktu pengumuman pemenang. Terdengar telepon genggamku berdering dan bergetar. Tak terpikirkan olehku bahwa telepon itu berasal dari bagian Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kota Pontianak. Info tersebut meminta aku untuk mengambil undangan.

“Undangan apa, ya!” pikirku.

Mungkin undangan workshop atau seminar kataku dalam hati. Karena masih jam dinas, aku buru-buru pergi ke dinas untuk mengambil undangan tersebut. Setibanya di kantor, aku langsung menuju ruang dikdas. Aku menuju bagian administrasi dan langsung menanyakan undangna dimaskud.

“Silakan duduk, Pak,” pinta pegawai dikdas.

“Terima kasih, Pak,” ujarku.

“Ada perlu apa, Pak?” tanya pegawai itu.

“Saya mendapat telepon untuk mengambil undangan,” jawabku.

“Oh …, siapa nama Bapak?” lanjut pegawai itu.

“Ya’ Dedi Suhandi dari SD Negeri 14 Pontianak Utara,” jelasku.

“Ini, Pak, undangannya tentang pemanggilan peserta yang berhasil meraih peringkat tiga besar untuk menghadiri acara penyerahan penghargaan di Aula LPMP Provinsi Kalbar,” pegawai itu memaparkan.

“Alhamdulillah, terima kasih, Pak!” ucap syukurku kepada Allah Swt.

Hanya saja, aku belum tahu pasti urutan peringkatnya. Harus menunggu lagi, nih.

Waktu yang telah ditetapkan oleh panitia pun tiba. Pengumuman pun pemenang dibacakan oleh pembawa acara. Berdebar hati yang tak sabar menunggu pembacaan itu. Alhamdulillah, kembali kulisankan karena meraih peringkat pertama, disusul peringkat kedua guru SD Swasta Dahlia, dan peringkat ketiga guru SD Muhammadiyah II. Raihan peringkat tersebut akan menjadi portofolio lomba guru berprestasi yang aku ikuti.

Prestasi telah kutorehkan di ujung Parwasal. Hari-hari telah kulalui untuk berkiprah di Kecamatan Pontianak Utara. Mulai dari membina siswa, panitia Porseni (Olimpiade Seni Siswa/OSS), juri dan panitia OSN, tim penulis soal kecamatan, dan lain-lain yang pada akhirnya aku memutuskan untuk mengusulkan pindah tugas. Alasan utama kepindahanku adalah kondisi kesehatan. Hal itu disebabkan sakit di bagian kepala akibat jatuh ketika masih kecil.

Setelah melalui proses yang panjang, tahapan demi tahapan, pengajuan pindah tugas dikabulkan oleh Dinas Pendidikan Kota Pontianak. Pengajuan pindah tugasku ke sekolah yang dekat tempat tinggal di-pending. Aku disuruh memilih SD yang berada di Kecamatan Pontianak Timur. Pilihanku melihat jarak dari rumah yang terdekat. Akhirnya, mungkin sudah kehendak Allah Swt., SD Negeri 11 Pontianak Timur menjadi tempatku berlabuh untuk membaktikan diri. Mau tahu ceritaku di sekolah tersebut, baca dong kelanjutannya. Semoga tidak membosankan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

UMPAN BALIK UNTUK CGP (MODUL 1.3)

AKSI NYATA MODUL 3.3 PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERDAMPAK PADA MURID

Pengejawantahan Filosofi Pendidikan KHD