BAB III DI UJUNG PARWASAL
Rembulan
masih menampakkan keanggunan wajahnya. Sayup-sayup terdengar lantunan ayat-ayat
suci Al Quran menerpa dedaunan hingga menembus ke dalam bilikku. Aku tersentak,
menahan rasa kantuk yang tak terbendung. Hanya sedikit keimanan yang terpatri,
membuat tubuh yang tak berdaya pun terjaga. Kurengkuh asa demi berbakti kepada
Sang Ilahi. Azan berkumandang mengiringi langkah-langkah persiapanku pergi ke
rumah Allah untuk menunaikan kewajiban sebagai bentuk penghambaan kepada Sang
Pencipta. Aku berdoa kepada Allah untuk selalu diberikan kemudahan, kesehatan,
keberkahan, dan kesuksesan dalam menghadapi masa depan. Apalagi akan masuk ke
sistem yang baru. Lingkungan dan patner yang beda. Tentunya perlu adaptasi dan
keteguhan hati.
Remang-remang
sang surya mengantarkanku dengan ditemani kendaraan setiaku ke tempat tugas
yang baru. Aku mengenakan setelan pakaian dinas yang sudah dipersiapkan. Dengan
langkah yang bersemangat, aku melaju melewati dan menyusuri jalan yang cukup
jauh dari tempat tinggal. Sungai Raya Dalam menuju Siantan Tengah, tepatnya di
Jalan Parwasal Gang Parwasal 1 kurang lebih 12 km dengan jarak tempuh sekira 45
menit kalau tidak macet.
Selang
waktu berjalan, akhirnya sampai juga ke tempat tugas yang baru. Biasa, kalau
orang baru tentunya wajib memperkenalkan diri. Penampilan dan sikap juga masih
malu-malu. Masa orientasi di SD Negeri 14 Pontianak Utara berlangsung tak
berapa lama, apalagi ada seorang guru perempuan merupakan teman kuliah D-2.
Semakin menambah rasa percaya diri untuk beradaptasi dengan cepat, melakukan
aktivitas, dan mengajar dengan baik.
Tapi, dengan suasana yang berbeda jauh rasanya membuat praduga yang
macam-macam. Sungguh berbeda jauh dari fasilitas, lingkungan, murid-murid,
orang tua, pola pikir, dan lainnya. Ini akan menjadi tantangan yang sangat
berat untuk bisa berprestasi.
Rong-rongan
dan bisikan hati yang selalui menghantui derap langkah, kutepis dengan satu
tekad, aku harus bangkit, di sinilah sebenarnya tempat perjuangan. Di sinilah
ujian yang sebenarnya. Bagaimana membuat suatu sistem yang kurang menjadi suatu
kemajuan. Hal ini tentunya perlu kemauan, motivasi, kerja keras, dukungan
kepala sekolah, seluruh guru, staf, dan orang tua murid. Kutatap hari-hari
penuh liku, kerikil tajam, onak, dan duri menghadang di hadapan. Aku berhasrat
menyingkirkan itu semua dengan kesungguhan dan ketegaran kalbu. Hanya satu
tempatku mengadu, hanya satu tempatku memohon pertolongan. Wahai Allah, jadikan
perjalanan hidupku ini menjadi berkah, mudahkan segala urusanku, isi kalbuku
ini dengan keimanan dan ketakwaan yang teguh, kuatkan fisik ini untuk menerpa
ganjalan dan rintangan yang berdiri kokoh, aamiin.
Tugas
pertama dalam pengabdian, kali ini diminta kepala sekolah untuk mengajar di
kelas dua. Aku menggantikan guru honor yang berasal dari Kabupaten Sambas.
Betapa sedihnya hati ini, harus menyingkirkan seseorang yang sudah mengabdi.
Apa boleh buat karena itu memang sudah titah. Perkenalan dengan murid-muridku
yang baru terjadi dengan penuh khidmat. Aku mulai pembelajaran dengan perlahan.
Meniti permasalahan satu per satu. Memadukan pengalamanku di sekolah yang lalu.
Memilah sesuatu yang sesuai dengan keadaan dan karakteristik anak. Tak semuanya
dapat terpadu, teknik dan taktit baru mulai kutebarkan.
Biasanya
mengajar di kelas tinggi, tentunya berbeda dengan kelas rendah. Kesabaran dan
kepedulian terhadap permasalahan murid sangat dituntut. Mereka merupakan
generasi penerus bangsa yang harus dijaga watak, sikap, iman, dan takwanya
supaya tak tergerus oleh kemajuan zaman. Kuajarkan mereka tentang kebersihan.
Kebersihan sangatlah penting karena kebersihan pangkal kesehatan. Di dalam
tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang kuat. Kebersihan juga sebagian dari iman.
Dengan kebersihan akan membentuk keimanan yang hakiki.
Fajar
menyingsing di ufuk timur. Aku mulai berbenah untuk mempersiapkan fasilitas
yang akan digunakan dalam mengajar. Laptop kesayangan tak luput dari jangkauan
tanganku. Terus aku termenung penuh pikiran untuk mengingat kelengkapan yang
mungkin belum dikemas dalam tas. Setelah beberapa menit, aku mengegas motor
menuju sekolah tempat mengabdi. Sekira 45 menit (pukul 06.45) aku tiba di
sekolah. Aku pun langsung menuju ke kelas untuk membuktikan apakah nasihat dan
imbauan kepada murid-murid sudah dilaksanakan.
Perjuangan
seorang guru dalam menididik muri-murid di sekolah memang perlu kesabaran. Dari
sekian banyak murid, hanya ada beberapa anak yang sudah sadar akan tugasnya.
Mereka melakukan tugas piket dengan baik. Walaupun tidak banyak, tugas itu
mereka kerjakan dengan senang hati. Melihat itu semua, aku bangga kepada murid
tersebut. Artinya, kebiasaan yang tadinya kurang dilaksankan sudah ada
perubahan.
Sekian
bulan berlalu, sudah banyak perubahan yang terjadi. Pembelajaran pun dilakukan
dengan baik. Kekurangan dan kealpaan tentunya masih ada. Hal ini sangat wajar.
Kugapai semua tugas dengan tertatih-tatih. Fasilitas yang serba kekurangan
bukan menjadi penghalang bagiku untuk berkarya. Kuterapkan beberapa strategi
untuk meningkatkan minat dan motivasi anak-anak untuk belajar. Aku paling tidak
senang dengan angka di bawah 70. Apabila ada murid yang meraih nilai di bawah
70, secepatnya dilakukan perbaikan sampai tuntas.
Kemajuan
memang sudah kuraih, namun kegagalan juga selalu mendampingi. Aku teringat
dengan seorang murid yang belum lancar membaca. Aku merasa gagal membimbingnya.
Perasaan bersalah pun selalu menghantuiku karena murid tersebut tidak naik
kelas. Karena hal itu, sampai sekarang aku tidak mau mengalami hal kedua
kalinya.
Memasuki
tahun pelajaran baru, kepala sekolah memberikan tugas yang baru. Aku mengajar
di kelas V. Apa yang sudah kuterapkan sewaktu mengajar di kelas II, aku
lanjutkan dengan menyesuaikan perkembangan usia anak. Perlakuan kepada anak
kelas V tentunya berbeda dengan kelas II. Murid kelas V lebih mandiri dan
kreatif. Tugas guru sebagai motivator dan fasilitator, tampaknya lebih
berfungsi. Murid-murid di kelas V memiliki jiwa inisiator yang beragam.
Keberagaman tersebut menjadi modal dasar bagiku untuk menggali potensi mereka.
Strategi,
metode, teknik dan taktik menjadi penentu keberhasilan dalam pembelajaran.
Strategi pemberian tugas dengan mengembangkan imajinasi anak tampaknya sangat
efektif. Kuberikan tugas untuk menuliskan pengalaman apa saja dengan
menggunakan bahasa sendiri. Tugas tersebut tampaknya masih sulit bagi
anak-anak. Yah, mungkin mereka belum terbiasa menggunakan imajinasi dengan
berbekal pengalaman hidup. Tak masalah bagiku. Aku akan sabar mendampingi
mereka sehingga berhasil. Dari sekian murid, aku tertuju kepada seorang murid
yang pendiam. Aku telusuri dan amati mengapa dia berperilaku demikian.
Ternyata, dia diam bukannya tak melakukan apa-apa. Dia diam ternyata berpikir
dan bekerja keras untuk mengerti semua yang diterimanya.
Timbul
pikiran dalam benakku, “Nah, ini dia yang dicari!”
Usahaku
untuk mencari dan menggali potensi rupanya berangsur-angsur berhasil. Kegiatan
yang kulakukan rupanya tak sia-sia, ibarat kata “Gayung bersambut”. Tak berapa
lama lagi akan dilaksanakan Olimpiade Seni Siswa (OSS) tingkat kecamatan.
Cabang yang diperlombakan, di antaranya menulis puisi dan menulis laporan
pengamatan. Aku lebih fokus membina di bidang menulis laporan pengamatan.
Sesuai dengan potensi dan bakat yang dimiliki oleh anak yang telah direngkuh,
aku berkeyakinan akan berhasil.
Perjuanganku
di ujung Parwasal pun dimulai. Anak laki-laki yang pendiam tadi, kuingat-ingat
namanya. Setelah berpikir keras, baru terlintas dalam ingatanku. Kalau tidak
salah namanya Wahyudi. Selain Wahyudi, ada seorang anak perempuan yang juga
menjadi andalanku. Aku juga mengingat dengan keras namanya. Siapa, ya …? Oh, …
Indri.
Tulisan
kedua muridku itu jika dilihat dari bentuk dan keindahannya, lebih baik dari
teman-temannya. Mengapa dilihat dari faktor tersebut? Keindahan, kerapian, dan
bentuk tulisan akan menjadi nilai tambah ketika sang juri menentukan sang
juara. Hal itu akan terjadi apabila ada nilai yang sama atau mendekati. Selang
waktu berjalan untuk mempersiapkan Wahyudi dan Indri mengikuti perlombaan, aku
meminta mereka untuk membuat laporan hasil pengamatan di lingkungan sekolah.
Lingkungan sekolah merupakan sahabat yang paling dekat, pasti mereka mudah
mengingat dan menuangkan pemikiran.
Latihan
dan bimbingan telah usai. Mereka siap untuk berlaga di kecamatan. Pada waktu
yang telah ditentukan, kegiatan OSS (olimpiade seni siswa) digulirkan.
Pembukaan acara sangat meriah. Kegiatan lomba dilakukan di berbagai tempat.
Khusus lomba menulis laporan, ditempatkan di SD Negeri 14 Pontianak Utara.
Mengapa dilakukan di SD Negeri 14? Ini juga menjadi awal partisipasiku
ditunjukk oleh ketua panitia sebagai koordinator lomba menulis laporan
pengamatan. Aku dipilih bukan karena hebat, tetapi status pernah mengajar di SD
Al Azhar (sekolah favorit). Sekolah ini sangat diperhitungkan oleh sekolah yang
lain. Tapi, tak menjadikan diriku tinggi hati, malah menjadi motivasi.
Persiapan
dan fasilitas yang akan digunakan telah dipenuhi. Para duta sekolah hadir untuk
mencari keberuntungan. Selama 120 menit waktu yang disediakan untuk mengarang
pun selesai. Hasil kerja dari peserta langsung dinilai oleh juri. Tak mau
menunggu lama, setelah juri rampung merekap nilai, pengumuman pemenang langsung
ditempel pada papan pengumuman. Perjuangan perdana berhasil. Wahyudi dan Indri,
keduanya meraih predikat nomor satu sehingga berhak untuk mewakili Kecamatan
Pontianak Timur pada kegiatan OSS tingkat Kota Pontianak.
Kepercayaan
panitia kecamatan semakin meningkat. Mereka menunjuk aku untuk menjadi pelatih
dan membimbing para pemenang. Hal ini menjadi tugas yang berat. Aku tidak hanya
membimbing murid sendiri, tapi para pemenang dari sekolah lain. Satu di
antaranya murid SD Kristen Kanisius. Aku tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini.
Pemikiran,
waktu, tenaga, dan doa aku lakukan untuk mengantarkan mereka menuju kesuksesan.
Aku masih berpikir untuk menambah wawasan mereka. Ibarat kata, pengalaman akan
lebih baik daripada menghapal. Untuk itu, biar imajinasi dan pengalaman
berpadu, aku mengajukan permohonan kepada tim, khususnya kepala sekolah untuk membawa
anak-anak melakukan pengamatan. Lokasi dan tempat yang akan digunakan adalah
Perpustakaan Daerah di Jalan Letjen Sutoyo.
Pada
hari yang telah ditentukan, kami berangkat menuju Perpustakaan Daerah. Kami mengendarai
sepeda motor. Setelah sampai tempat yang dituju, anak-anak langsung diarahkan
ke tempat-tempat penting. Mereka diberikan kebebasan untuk mengamati apa saja
yang ada di perpustakaan. Selain mengamati, mereka juga melakukan wawancara
dengan petugas perpustakaan. Hal itu dilakukan untuk mengumpulkan data yang
riil. Setelah dirasa cukup menghimpun data, kami pulang ke rumah. Aku
bertanggung jawab untuk mengantar mereka sampai ke rumah masing-masing.
Latihan
dan bimbingan terus berlanjut. Data yang sudah dikumpulkan dirangkum menjadi
hasil pengamatan. Tugas untuk melihat dan mengedit laporan yang sudah dibuat
anak-anak terus aku lakonkan. Kesabaran dan keuletan untuk membina diuji.
Bagaimana tidak? Mengedit satu demi satu kata adalah pekerjaan yang membutuhkan
ketelitian dan kecermatan mendalam. Kadang muncul juga emosional dan keraguan.
Tapi, aku terus berjuang demi meraih prestasi.
Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pontianak, dahulu Dinas Pendidikan Kota
Pontianak mengumumkan pelaksanaan Olimpiade Seni Siswa (sekarang FLS2N). Apakah
kepanjangan FLS2N itu? FL2N adalah Festival Lomba Seni Siswa Nasional). Aku
langsung bersiap mengemas persyaratan dan perlengkapan untuk perlombaan.
Peserta dari kecamatan yang sudah dibimbing, diberikan penguatan dan kesiapan
mental. Hal-hal yang masih belum sempurna, dimatangkan dalam beberapa waktu
pertemuan. Maju … maju … yakin … yakin … juara. Itu slogan yang kukibarkan
supaya menjadi pemicu keberhasilan.
Waktu
yang ditunggu akhirnya tiba. Kukendarai motor dengan perasaan berdebar. Aku
jalan perlahan menyisiri jalan menuju tempat beradu. Dalam keramaian jalan, aku
bermimpi untuk kesuksesan muri-murid binaan. Apakah bisa? Sekolah yang dihadapi
tentunya sekolah pilihan karena sudah terseleksi dari enam kecamatan. Tak ada
yang mustahil kalau memang sudah kehendak Ilahi, pikirku. Pokoknya, berusaha
dan kerja keras. Tapi, aku juga sedih karena anak didik yang satunya tak bisa
berlomba karena lagi sakit. Apa hendak dikata, berjuang terus dengan peserta
didik lainnya.
Peserta
lomba memasuki ruangan. Di sana, mereka sudah berjuang sendiri-sendiri. Tak ada
pembimbing dan pendamping, terkecuali beberapa juri yang mengawasi. Aku dan beberapa pendamping
dari sekolah lain merasa dak dik duk.
Jantung berdetak kencang, aliran darah mengalir cepat, pikiran tidak tenang,
dan bercampur kecemasan. Bagaimana kabarnya anak asuhku? Apakah mereka bisa
mengerjakan dengan baik? Ya … Allah, semoga mereka diberikan pemikiran
cemerlang! Apalagi ajang lomba ini dilakukan dua tahap. Tahap pertama menulis
sesuai latihan di tempat masing-masing. Sedangkan tahap kedua, peserta diminta
melakukan wawancara kepada siapa pun yang ada di lokasi lomba. Kemudian, hasil
wawancara dilaporkan dalam bentuk tulisan.
Lomba
tahap pertama usai. Panitia mengumumkan hasil lomba dengan lima besar yang akan
lanjut ke tahap selanjutnya. Secepat kilat, kumelaju ke tempat ditempelkannya
pamplet pengumuman. Mataku langsung tertuju pada nama-nama yang taka sing
bagiku. Kutatap satu per satu, apakah ada nama-nama anak didikku. Dua kertas
yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Alhamdulillah, pada kedua kertas
tersebut tertulis nama Wahyudi dan Saskia dari Kanisius. Wahyudi meraih nilai
teratas sedangkan Saskia di posisi kedua.
Melangkah
ke tahap selanjutnya perlu pematangan mental. Kurun waktu 30 menit untuk
beristirahat, Wahyudi dan Saskia diberikan sedikit motivasi dan ucapan selamat.
Mereka bertekad meraih prestasi gemilang. Senangnya punya murid yang mempunyai
potensi, kemauan, dan semangat juang tinggi. Kalau peserta didik sudah memiliki
itu semua, guru hanya sebagai motivator, fasilitator, dan evaluator saja.
***
Bagaimana?
Apakah Anda juga berkeinginan memiliki peserta didik seperti itu? Tentunya
semua guru dan orang tua bangga mempunyai peserta didik yang mandiri dan
kreatif. Hal tersebut tidak gampang. Perlu pengorbanan, kerja keras, semangat,
dukungan pimpinan, fasilitas yang memadai, dan doa.
Keberhasilan
dan prestasi
Apakah
bisa tercapai?
Welas
asih penatanya
Kesabaran
obatnya
Pengorbanan
lakonnya
Kerja
keras geraknya
Semangat
membara pemicunya
Pimpinan
pendukungnya
Fasilitas
pembantunya
Apakah
hanya itu?
Tentu
tidak!
Allah
lah yang menjadi penentunya
Perjalanan
waktu sangat cepat. Pada tahap kedua ini, kelima peserta yang masuk lima besar
melakukan wawancara. Mereka mewawancarai para pengunjung, panitia atau
pendamping yang berada di lokasi perlombaan. Waktu yang disediakan sekira 30
menit. Setelah selesai melakukan wawancara, mereka masuk ke ruangan untuk
menulis laporan hasil wawancara. Alokasi waktunya 90 menit. Kembali, jantung
berdetak kencang, tapi tak sekencang tahap pertama. Apalagi anak asuhku di
posisi pertama, sudah ada harapan.
Akhirnya,
perlombaan tahap kedua selesai. Tinggal menunggu hasilnya. Pertanyaan pun
muncul kepada Wahyudi dan Saskia.
“Wahyudi,
bagaimana menurutmu hasil tahap kedua ini?” tanyaku.
Dengan
semangat Wahyudi menjawab, “Insya Allah, Pak!”
“Kalau
kamu bagaimana, Saskia?” lanjutku bertanya.
“Kalau
aku, sih … bisa mengerjakan dengan baik,” ujar Saskia dengan penuh keyakinan.
Mendengar
jawaban dan ungkapan dari Wahyudi dan Saskia, aku merasa yakin. Tinggal menunggu
dewan juri memberikan penilaian terhadap karya mereka. Akhirnya, pengumuman
pemenang langsung diumumkan di hadapan para peserta dan pendamping dari
masing-masing kecamatan. Ketua dewan juri ‘Bapak Raden Umar dari Dinas
Pendidikan Provinsi Kalimantan Barat’ membacakan surat keputusan. Ternyata,
nama Wahyudi dan Saskia terucap dari lisan Bapak Raden Umar. Alhamdulillah,
kami menyambut dengan rasa syukur ke hadirat Allah Swt. Wahyudi peringkat
pertama untuk kategori putra dan Saskia peringkat ketiga untuk kategori putri.
Kerja
keras akhirnya membuahkan hasil yang gemilang. Dari ujung Parwasal bisa
menorehkan prestasi yang membanggakan. Keyakinan dan kemauan harus dimiliki
jika ingin berhasil walaupun fasilitas dan potensi minim. Kita harus bisa
menggali pundi-pundi emas yang ada di setiap tempat. Usaha dan doa merupakan
tonggak utama keberhasilan. Tidak ada kata tidak bisa asal mau berusaha dengan
sungguh-sungguh.
Prestasi
untuk siswa sudah diraih. Bagaimana dengan gurunya? Pucuk dicinta ulam pun
tiba. Perlombaan dan kompetisi untuk guru pun dilakukan oleh Dinas Pendidikan,
di antaranya lomba mata pelajaran bahasa Indonesia, matematika, IPS, IPA, PKn,
dan Penjaskes. Aku pun menetapkan hati untuk mengikuti lomba guru bahasa
Indonesia tingkat Kota Pontianak tahun 2011. Ini perhelatan yang kedua setelah
tahun 2008 meraih peringkat pertama. Sungguh perjuangan yang mendebarkan karena
harus mempertahankan prestasi. Aku pun mulai belajar dengan sungguh-sungguh.
Semua yang berhubungan dengan pendalaman materi bahasa Indonesia aku pelajari.
Mulai dari buku siswa, buku kuliah, materi di internet, dan lain-lain.
Azan
subuh berkumandang, angin pagi menusuk tulang, daun-daun berselimut embun mengiringi
langkahku menuju ke rumah Allah. Kupanjatkan doa-doa untuk memohon petunjuk dan
kemudahan dari Sang pemilik ilmu.
“Ya
Allah Tuhan Yang Maha Pemberi Petunjuk, berikanlah petunjuk dan kemudahan
kepada hamba sehingga dapat mengikuti lomba guru bahasa Indonesia dengan penuh
keyakinan dan pikiran yang jernih!” pintaku kepada Allah.
Langkah
penuh keyakinan menuju tempat perhelatan guru-guru se-Kota Pontianak di SD
Negeri 34 Pontianak Selatan di Jalan Prof. Dr. H. M. Yamin. Sekira 15 menit
dari rumah, aku pun tiba di lokasi sekolah yang cukup megah itu. Kucari ruangan
khusus guru bahasa Indonesia. Ruang tersebut terletak di sebelah kanan pintu
masuk di lantai dasar sekolah. Sambil menunggu waktu lomba dimulai, aku
berkenalan dengan para peserta lain yang berasal dari SD se-Kota Pontianak.
Alhamdulillah bisa bersilaturahmi dan mendapat sahabat yang baru. Hal ini
merupakan even yang tak pernah kulupakan.
Jam
di tanganku sudah menunjukkan pukul 07.45 menit. Langkah sepatu para pengawas
ruangan terdengar “prak prak prak”. Pengawas ruangan tersebut mengucapkan salam
sembari memperkenalkan diri. Satu di antara pengawas tersebut berinisial U.
Siapakah dia? Ternyata pengawas itu bernama Bapak Uray Zulhaidy, S.Pd. yang
dalam perjalananku berkiprah di dunia pendidikan, beliau yang nantinya menjadi
pengawas pembinaku. Tak dapat aku bayangkan pertemuan tersebut merupakan
pertemuan pertama yang nantinya akan bertemu kembali dalam urusan kedinasan.
Setelah itu, soal pun dibagikan oleh Pak Uray. Waktu yang disiapkan oleh panitia
adalah 120 menit. Kubuka soal tersebut dengan mengucapkan
bismillaahirrahmaanirrahiim. Kubaca dengan cermat dan hati-hati agar tidak
terjadi kesalahan pemahaman. Kujawab dari soal yang mudah dengan memberi tanda
titik dahulu sehingga tak terjadi kesalahan dan banyak menghapus. Setelah semua
soal dijawab, kuperiksa kembali untuk meyakinkan. Ketika aku sedang memeriksa
ulang, tiba-tiba dari bangku belakang muncul sosok yang sangat kukenal “Pak Tri
Wahono dari SD Muhammadiyah II Pontianak” mengumpulkan jawabannya. Melihat itu,
aku merasa terganggu untuk cepat juga mengumpulkan jawaban. Tak banyak pikir
panjang lagi, setelah Pak Tri meletakkan lembar jawaban, aku pun menyusul di
belakangnya. Waktu yang kami gunakan untuk menyelesaikan lomba tersebut sekira
45 menit dari 120 menit yang disediakan. Mudah-mudahan jawabanku tak meleset
pikirku saat itu.
Detik
berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari, hari berganti minggu
menantikan waktu pengumuman pemenang. Terdengar telepon genggamku berdering dan
bergetar. Tak terpikirkan olehku bahwa telepon itu berasal dari bagian
Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kota Pontianak. Info tersebut meminta aku
untuk mengambil undangan.
“Undangan
apa, ya!” pikirku.
Mungkin
undangan workshop atau seminar kataku dalam hati. Karena masih jam dinas, aku
buru-buru pergi ke dinas untuk mengambil undangan tersebut. Setibanya di
kantor, aku langsung menuju ruang dikdas. Aku menuju bagian administrasi dan
langsung menanyakan undangna dimaskud.
“Silakan
duduk, Pak,” pinta pegawai dikdas.
“Terima
kasih, Pak,” ujarku.
“Ada
perlu apa, Pak?” tanya pegawai itu.
“Saya
mendapat telepon untuk mengambil undangan,” jawabku.
“Oh
…, siapa nama Bapak?” lanjut pegawai itu.
“Ya’
Dedi Suhandi dari SD Negeri 14 Pontianak Utara,” jelasku.
“Ini,
Pak, undangannya tentang pemanggilan peserta yang berhasil meraih peringkat
tiga besar untuk menghadiri acara penyerahan penghargaan di Aula LPMP Provinsi
Kalbar,” pegawai itu memaparkan.
“Alhamdulillah,
terima kasih, Pak!” ucap syukurku kepada Allah Swt.
Hanya
saja, aku belum tahu pasti urutan peringkatnya. Harus menunggu lagi, nih.
Waktu
yang telah ditetapkan oleh panitia pun tiba. Pengumuman pun pemenang dibacakan
oleh pembawa acara. Berdebar hati yang tak sabar menunggu pembacaan itu.
Alhamdulillah, kembali kulisankan karena meraih peringkat pertama, disusul
peringkat kedua guru SD Swasta Dahlia, dan peringkat ketiga guru SD
Muhammadiyah II. Raihan peringkat tersebut akan menjadi portofolio lomba guru
berprestasi yang aku ikuti.
Prestasi
telah kutorehkan di ujung Parwasal. Hari-hari telah kulalui untuk berkiprah di
Kecamatan Pontianak Utara. Mulai dari membina siswa, panitia Porseni (Olimpiade
Seni Siswa/OSS), juri dan panitia OSN, tim penulis soal kecamatan, dan
lain-lain yang pada akhirnya aku memutuskan untuk mengusulkan pindah tugas.
Alasan utama kepindahanku adalah kondisi kesehatan. Hal itu disebabkan sakit di
bagian kepala akibat jatuh ketika masih kecil.
Setelah
melalui proses yang panjang, tahapan demi tahapan, pengajuan pindah tugas
dikabulkan oleh Dinas Pendidikan Kota Pontianak. Pengajuan pindah tugasku ke
sekolah yang dekat tempat tinggal di-pending.
Aku disuruh memilih SD yang berada di Kecamatan Pontianak Timur. Pilihanku
melihat jarak dari rumah yang terdekat. Akhirnya, mungkin sudah kehendak Allah
Swt., SD Negeri 11 Pontianak Timur menjadi tempatku berlabuh untuk membaktikan
diri. Mau tahu ceritaku di sekolah tersebut, baca dong kelanjutannya. Semoga
tidak membosankan.
Komentar
Posting Komentar