BAB II BANTING STIR
Penuh kegembiraan dan kegetiran dalam mengarungi samudera kehidupan. Perjalanan kisah sang “Oemar Bakri” di bilik kemegahan dan ketenaran menggapai impian yang sedari dahulu diinginkan. Oh, ternyata kandas diterpa gelombang. Angin pun bertiup kencang, menerpa puing-puing hati yang penuh keangkuhan dan keinginan.
Sesosok
tubuh, kekar, penuh rambut yang berhamburan, membawa kabar yang menyenangkan.
Keindahan dan kemegahan yang sekarang tersandang menjadi pudar dengan isu
terkembang. Wah, sesuatu yang dijanjikan untuk menjadi seorang abdi negara
(PNS) sungguh menggiurkan.
Hati
penuh tantangan
Keinginan
tinggi menjulang
Terpikir
masa depan yang gemilang
Bagai
kacang lupa kulitnya
Sekolah
impian tersisihkan
Oh…
Hati
gundah gulana
Tapi,
semuanya itu pilihan
Pilihan
hidup dalam perjalanan
Sulit…
Hanya
Tuhan Sang Pencipta
Menjadi
tumpuan
Tempat
memohon
Bismillahirrahmaanirraahim
Aku
melangkah dengan harapan
Insya
Allah menuai kesuksesan
Pilihan
yang sulit harus ditentukan. Aku pun memberanikan diri dengan pendekatan ke
pihak berwenang di yayasan. Istri memberikan lampu hijau untuk menentukan arah
kehidupan ke depan. Masa-masa suka dan duka yang aku lewati di sekolah tercinta
selalu mengawal dan terngiang. Tapi, tekad untuk maju terus berkumandang.
Hari-hari kulalui dengan gamang. Persiapan mengikuti tes terus dilakukan dengan
intensif.
Bertaburan
buih-buih di samudera impian. Aku menggapai harapan dengan memilah dan memilih
buku-buku, soal-soal, dan pertanyaan kepada teman untuk mendapatkan informasi
tentang tes/ujian. Aku duduk di lorong Gramedia, mencari soal lembar demi
lembar. Di pojok tulisan tentang pendidikan, aku berhenti membuka satu demi
satu judul buku yang terkait. Aku jumpai buku tentang psikotes. Kupelajari
sesuai kebutuhan. Banyak juga soal-soal tentang keprofesionalismean kubaca dari
buku pendidikan. Berbekal itu semua, menjadi keyakinan untuk lulus dan diterima
menjadi guru PNS pun bertambah. Apalagi ditambah motivasi dan semangat dari
istri. Hal ini semakin membuat tekad yang kukuh dan tegar.
Aktivitas
tetap berjalan dengan wajar. Tanpa ada halangan dan rintangan. Proses
pembelajaran yang aku berikan tetap seperti biasanya. Aku tetap menjaga
kualitas pembelajaran di samping menutupi kekurangan. Rekan sejawat dan
pimpinan tidak menjadikan semua hal itu ganjalan. Di ujung penantian aku terus
berkiprah untuk kemajuan sekolah tercinta. Sampai suatu saat, masa untuk
mengikuti tes pun datang.
Persiapan
yang telah dilakonkan akan diaksikan dengan sungguh-sungguh. Segala kemampuan
akan dituangkan dengan penuh keseriusan. Memang penuh perjuangan, melihat
soal-soal yang membingungkan. Kerutan kening dan peluh yang menetes membanjiri
kening dan muka menjadi saksi di ruang perjuangan. Tangan dan pena yang
menggores ke lembaran terlihat gemetaran. Jantungku turun naik, darah seakan
tinggi memuncak di otak. Selama 2 jam memikirkan jawaban yang sesuai. Jawaban
yang masih ragu, dilihat, diperhatikan, dan dihapus untuk mengganti dengan
jawaban lain. Waduh, sungguh perjuangan yang mengharukan dan mendebarkan.
Tes
CPNS pun selesai sesuai jadwal. Jantung dan darahku kembali berdetak dan
mengalir seperti semula.
Tinggal
pertanyaan, “Apakah aku lulus, ya? ya, Allah aku telah meyelesaikan perjuangan,
berikanlah aku hal yang terbaik, aamiin!”
Penantian
terus mengambang untuk mendengar kabar mengenakkan. Lantunan-lantunan doa dan
permohonan menghias kembali lisan yang penuh kekurangan ini. Allah memang Maha
Pengasih dan Tak Pilih Kasih kepada semua hamba-Nya. Siapa pun yang meminta
dengan penuh kesungguhan dan penghambaan, maka akan dikabulkan. Itu keyakinanku
yang paling besar. Walaupun terbesit di hati adanya kegagalan.
***
Malam
penuh bintang dengan suara jangkrik yang bersahutan. Kami sedang tidur di
peraduan, tiba-tiba terdengar suara orang menggedor pintu. Napasnya tidak
teratur. Langkahnya terayun gopoh.
Suaranya
gemetaran, memanggil-manggil nama, Pak Ya’ … Pak Ya’ …! aku lulus … aku lulus
…! suara itu penuh kegirangan.
Tanda
tanya mulai membanjiri pikiranku dan istri. Apa gerangan yang sedang
mengguncang? Dengan mengusap-usap mata sambil menguap, aku pun tersadar. Bangun
perlahan dengan kaki sempoyongan. Aku pun tiba di hadapan pintu rumah. Perlahan
kuintip, siapa gerangan yang datang karena lampu di teras remang-remang.
Sekilas kulihat seperti orang yang sangat dikenal. Ternyata orang yang sama. Dia
sosok yang mengajakku untuk banting stir dari sekolah. Kali ini ia juga membawa
kabar yang masih belum jelas untuk diriku. Aku pun berdebar, jantung rasanya
mau copot, sambil membuka lembaran koran yang berisi pengumuman. Beliau bilang
tak tahu nomor tes Pak Ya’. Aku pun bergegas membuka laci meja, tempat
menyimpan nomor tersebut. Dengan cepat, kurogoh laci itu dan langsung
kucocokkan nomor dengan hasil pengumuman di koran. Kuurut satu per satu dan
akhirnya …Alhamdulillah, kutemukan nomor yang sesuai. Kami pun berangkulan,
meluapkan emosi kegembiraan. Perjuangan kami membuahkan hasil. Akhirnya, kami
menjadi pegawai negeri sipil.
Luapan
kegembiraan menghiasi istana kecilku. Istriku yang sedang berbadan dua pun
menghampiriku dan memelukku untuk meluapkan kesenangannya.
Ucapan
rasa syukur pun menghiasi alunan suaranya yang semilir, “Alhamdulillah, suamiku
tercinta lulus tes CPNS, mudah-mudahan berkah, amin!”
Setelah
masa-masa kegembiraan itu berlalu, suatu ketika terdengar rintihan kecil dari
istriku. Dia meringis kesakitan, mungkin sudah keluar tanda untuk melahirkan
buah hati kami yang pertama. Secepat kilat aku langsung mempersiapkan segala
sesuatu untuk perlangkapan ke klinik bersalin. Kustarter motor kebanggan menuju
Klinik Bersalin Anugerah Bunda. Sesampai di sana, istriku langsung diperiksa
oleh sang bidan yang sedang piket. Informasi yang didapat setelah diagnosis
bahwa harus dirawat inap. Kamar pun disiapkan untuk menanti waktu persalinan. Dua
hari berselang, istriku meregang nyawa. Bagaimana tidak, si cabang bayi yang
dinanti tak kunjung ingin keluar dari peraduan. Denyut nadi dan tensis darah
pun naik menjadi 180. Sungguh angka yang tinggi. Hal tersebut, membuat jiwa ini
penuh kebimbangan. Apakah hal ini akibat dari keinginanku menjadi PNS? Efek
yang masih terselubung dalam hati dan pikiran istriku adalah tentang keikutanku
melamar CPNS? Pertanyaan itu, tumbuh mengalir terus menghiasi penantian.
Perasaan bersalah membanjiri perjalanan dalam penantian. Walaupun hasil
pengumuman telah disampaikan oleh Pemerintah Kota Pontianak.
Dalam
kebimbangan, Aku teringat akan nazar yang diucapkan oleh istri tercinta. Dia
pernah bernazar, jika ayah lulus CPNS akan bersedekah kepada orang cacat.
Perlahan tapi pasti, aku berjalan mengikuti arah kaki dan kehendak hati. Aku
dihentikan di SPBU dekat Auditorium Untan. Aku melihat sesosok lelaki yang tak
berkaki. Aku pun langsung merogoh saku dan memberikan uang kepada orang
tersebut. Dia mengucapkan terima kasih. Aku tak langsung pergi setelah
memberikan sedekah. Aku mohon kepada orang itu untuk mendoakan istriku yang
sedang kesulitan melahirkan. Kemudian, aku kembali ke klinik. Apa yang terjadi
…? Ternyata, aku mendapat kabar gembira. Istriku sudah buka delapan, kemudian
semakin lancar. Tidak berapa lama, kira-kira pukul 12.00 setelah azan zuhur,
buah hati permata intan pun lahir ke muka dunia dengan berat tubuhnya 2,1 kg.
Alhamdulillah, walaupun beratnya di bawah standar, tapi kondisi tubuhnya
normal. Dia tidak masuk inkubator, hanya saja perlu perawatan yang intensif
dengan.Setelah persalinan usai dan si bayi dibersihkan, aku pun mengumandangkan
azan untuk yang pertama kali bagi si bayi. Luapan kegembiraan terpancar ke
setiap penjuru wajahku. Aku sekarang sudah menjadi seorang ayah. Aku sekarang sudah ada penerus yang
akan membaganggakan keluarga.
***
Masa-masa
sulit menanti kelahiran si buah hati telah usai. Sekarang waktunya untuk
merawat dan mengurus si cabang bayi. Setiap pagi aku menjemur anak di bawah
naungan matahari. Supaya warna kuning di kulitnya pudar. Di dalam kamar juga
terpasang lampu sebagai pengganti sinar matahari. Selang waktu berputar kondisi
semakin membaik. Warna kuning pada kulit anakku perlahan hilang. Alhamdulillah,
ucapan syukur berkumandang menggema di seluruh isi ruangan rumahku.
Setelah usia bayi sekira satu bulan, aku akhirnya menerima SK dari Walikota Pontianak untuk mengajar di SD Negeri 14 Pontianak Utara. Walaupun sudah menerima SK, tapi belum mendapat surat untuk melaksanakan tugas. Sambil menunggu surat tugas tersebut, aku masih melakukan aktivitas di SD Islam Al Azhar untuk mempersiapkan anak-anak menghadapi ujian sekolah. Selang berapa bulan surat tugas muncul untuk mengajar di sekolah yang baru. Selamat tinggal sekolah tercinta, penuh kenangan, suka dan duka kurengguh dengan kerja keras dan cucuran keringat. Terima kasih atas segala yang telah diberikan, baik materi, pikiran, tuntunan, motivasi, dan masih banyak lagi. Terima kasih kepada pengurus Yayasan Kejayaan Islam Khatulistiwa, Kepala SD Islam Al Azhar 21 Pontianak, rekan-rekan guru, staf dan pegawai yang berada di naungan yayasan. Terima kasih semuanya, dari rentetan keberhasilan yang telah diraih, ada peran sahabat Al Azhar yang selalu kukenang dan terpatri di dalam hati. Walaupun kita tak bersatu lagi, aku tetap mencintai dan menaruh hati kepada sekolah yang telah berjasa kepadaku. Semoga SD Islam Al Azhar 21 Pontianak selalu jaya dan menjadi sekolah favorit di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Aamiin.
Komentar
Posting Komentar